Jumat, 08 Januari 2010

Setengah Mimpi


Nirva kini duduk di bangku kamarnya. Ia menatap ke arah langit lewat jendela kamarnya. Jam sudah menunjukkan pukul 00.39 waktu setempat. Ia tidak bisa tidur, ia takut, dan ada banyak pikiran yang mengganggu kepalanya. Orangtuanya tidak mengetahui bahwa ia sebenarnya baru saja di hukum di sekolah, sebaliknya orangtuanya merasa bangga karena ia telah membantu seorang guru mengerjakan proyeknya.

“Apa yang sebenarnya telah terjadi?” pikirnya dalam hati.

Ia mencoba mengingat segala detail yang ia alami. Pertama ia di serang oleh seorang Vampire di bioskop. Lalu ia diselamatkan oleh semacam orang aneh dengan sayap di punggungnya, berlagak seperti seorang malaikat penolong. Lalu keesokan harinya, puluhan Vampire lain datang menyerangnya hanya untuk membalas dendam atas kematian Vampire pertama dan orang bersayap itu kembali muncul untuk menyelamatkan dia dan Praga.

“Semua sangat tidak masuk akal” pikirnya. “bagaimana bisa Gw terjebak dalam kejadian seperti ini? Apa Gw Cuma mimpi? apa ini semua Cuma khayalan Gw?”.

“dan praga adalah seorang templar,” ia kembali termenung.

Ia teringat dengan sejarah mengenai sekolah tempat ia belajar sekarang. Memang SMA Bintang Harapan 16 merupakan sekolah yang dikelilingi tanah kosong, sehingga suasana di sekolah itu terlihat sepi pada malam hari. Daerah itu menjadi sepi bukan karena hal yang lazim. Konon, menurut rumor yang beredar, setiap malam banyak kejadian aneh yang muncul di wilayah tersebut. Tanah yang digunakan sebagai tempat berdirinya SMA itu merupakan sebuah tanah milik seorang Tuan tanah dari belanda sejak zaman penjajahan dulu. Lalu seseorang yang mengaku bahwa dia cucu dari tuan tanah tersebut membuat sebuah bangunan sekolah di atas tempat itu. Hebatnya, sekolah itu menjadi cukup populer di kalangan orangtua murid dikarenakan banyaknya lulusan dari sekolah itu yang menjadi orang yang berhasil.

“Apakah ada kaitannya sejarah sekolah Gw dengan hal – hal lain yang terjadi pada Gw hari ini? Gw pengen curhat sama Azwina, tapi dia ga bakalan percaya, paling dia bilang Gw gila lah atau apa,” NIrva menghela nafasnya.

“AAAAAAAH” ia menghempaskan badannya di tempat tidurnya yang empuk dan membal. Ia merasa letih, seluruh badannya terasa tercabik – cabik oleh lelah yang menyerang setiap inci tubuhnya. Tanpa sadar, ia terlelap.

Sebenarnya ia sangat malas untuk perge ke sekolah hari ini, semua sendi di badannya terasa ngilu ketika di gerakkan. Meskipun begitu, hari itu adalah hari ujian susulan, maka NIrva terpaksa harus pergi, lagipula Mamahnya pasti akan marah jika ia tidak pergi ke sekolah. Dengan langkah yang berat ia mandi dan bersiap ke sekolah. Tidak ada hal khusus yang terjadi sepanjang perjalannya ke sekolah. Kini, ia tengah berdiri di depan gerbang sekolah. Suasana sekolah sekitar itu memang sangatlah tenang, Pepohonan luas di sekelilingnya yang menciptakan suasana seperti itu. Hanya suara anak – anak SMA yang berisik dari dalam sekolah yang dapat memecah keheningan pagi itu.

Nirva menjejakkan kakinya ke dalam, kilasan ingatan tentang kejadian semalam mulai bermunculan di dalam kepalanya, akan tetapi ia menghiraukan ingatan itu dan terus melangkah hingga akhirnya ia duduk di dalam kelasnya. Ruangan kelas memang ramai, seperti biasanya. Masih ada sekitar 15 menit lagi sebelum Bel masuk berbunyi, ia mengeluarkan buku catatannya untuk mempersiapkan dirinya sebelum ujian.

“heI Nirv!” Azwina menepuk punggungnya. “Si jago, Gimana buat PPKN? Siap?”

“ini.. baru mau baca”

“hah? Becanda Lw?”

“semalem gw pulang kemaleman, jadi ga sempet belajar”

“oh my god.. Nirva, NIrva the genius keluyuran malem2 sebelum ujian dan belum belajar?”

“yah bisa aja kan?”

“tetep aja tu tuh ga wajar”

“lw mau pergi atau mau gw bikin pergi supaya gw bisa tenang baca?” Nirva sedikit mengancam temannya.

“hehe tenang mbak. Gw Cuma becanda.”

Suasana kelas mendadak terasa tenang di kepala Nirva, matanya seakan terpaksakan untuk memandang ke arah pintu, yang entah bagaimana cara Nirva mengetahuinya, Ia melihat Praga mulai masuk ke dalam ruangan kelas itu. Mata Nirva memperhatikan tubuh praga dari ujung kaki hingga ujung kepala. Tidak ada satu goresan pun yang ia lihat di tubuh Praga. Luka setelah pertarungan semalam sepertinya hilang begitu saja. Praga terus berjalan dan akhirnya duduk di belakang NIrva, nIrva menduduk ketika Praga lewat di sampingnya.

“Hoi, ngeliatin apan sih?” tanya Azwina.

“Praga,.” Ucapan itu muncul saja dari dalam mulutnya.

“Hah? Wah Lw.. kenape?? Hoi – hoi” Azwina memperhatikan wajah Nirva yang terlihat seperti orang kaget bercampur bingung.

NIrva membalikkan badannya sehingga kini ia bisa melihat Praga dengan jelas.

“Lw ga kenapa – kenapa kan ?”

“eh? Maksud kamu?” jawab Praga.

“Semalem, semalem Lw kan luka parah gitu.. sampe ga sadar”

“ Hah? Jadi semalem lw sama die? emangny ada apa?,” tanya Azwina dengan bingung.

“Hah? Maksud kamu apa sih? Maaf saya tidak mengerti” jawab Praga.

“Semalem.. Lw kan

Praga terlihat mengkerutkan dahinya.

“ah.. ya sudah lah..” Nirva membalikkan badannya.

Praga mengangkat bukunya tinggi sehingga menutupi wajahnya.

Ada apa sih?” Azwina kebingungan di antara mereka berdua.

Keduanya diam, hingga jam pelajaran dimulai. Ujian berjalan sebagaimana yang direncanakan. Pak guru duduk di atas meja di depan kelas. Nirva mengerjakan soal demi soal sebaik yang ia bisa. Ketika ia hampir selesai, ia hanya tinggal mengisi sebuah soal yang memang menurut dia tersulit di antara semua soal. Ia bingung harus mengisi apa. Pandangannya berkeliling melihat setiap sudut ruangan , beginilah caranya untuk mencari inspirasi, sambil bertanya apa yang harus ia jawab.

Ketika matanya melihat menembus pintu ruangan yang berhadapan dengan lapangan sekolah, bola matanya membesar dan pupilnya mengecil. Ia seakan tidak percaya atas apa yang ia lihat. Lapangan sekolah terlihat mulus, tidak ada bekas remuk akibat Praga yang di banting semalam. Nirva juga melihat balkon di lantai dua, karena memang balkon tersebut berada di lantai dua tepat berhadapan dengan kelasnya. Balkon itu tetap ada di sana, kokoh tak berubah, walaupun semalam balkon itu seharusnya hancur akibat tubuh praga yang di lempar Ishiron.

“Nirva.. jawaban soal itu tidak akan ada di luar kelas” Bapak guru mengingatkan Nirva.

Nirva kembali mengalihkan pandangannya ke soal – soal yang berada di tangannya. Ia mencoba melupakan semuanya sejenak dan berkonsentrasi penuh terhadap soal – soal ujian yang kini harus ia kerjakan. Akan tetapi walaupun ia keras mencoba, semuanya menjadi semakin aneh dalam pikirannya. Pertanyaan demi pertanyaan lain muncul dalam kepalanya, ia menjadi tidak bisa berkonsentrasi menjawab soal terakhir itu. Waktu ujian berakhir, pak Guru segera meninggalkan kelas itu.

Segera setelah bapak guru menghilang dari pandangan, NIrva yang tidak percaya dan masih penasaran dengan apa yang terjadi segera berdiri dan berjalan ke luar kelas untuk memastikan apakah semuanya benar – benar terjadi tadi malam. Sungguh di luar dugaan , setelah NIrva berjalan ke lapangan, di tempat yang menurutnya merupakan tempat retakan aspal akibat bantingan Ishiron, tidak ada bukti apapun yang menunjukkan bahwa di tempat itu semalam telah terjadi pertarungan.

NIrva menenggakkan kepalanya, ia melihat seorang guru telah berjalan ke arah kelasnya. Itu adalah guru yang akan mengajar kelasnya di jam ke dua. Nirva dengan segera berjalan kembali menuju kelasnya. Ia berhasil masuk ke kelas sebelum guru itu masuk ke dalam kelas. Ia memandang Praga saat ia masuk ke dalam kelas. Praga sempat melihat ke arah Nirva, ia bisa membaca dari sorot mata Nirva yang seperti mengatakan:

[Apa yang terjadi? Kamu harus menjelaskan semuanya!”]

Praga menunduk, mengalihkan pandangannya ke arah yang lain. NIrva terus memandang ke arah Praga ketika berjalan, hingga ia berada di samping meja belajarnya. Ia langsung memutar badannya dan duduk di bangku.

Jam pelajaran pada jam ke dua berjalan seperti biasa, tidak ada hal menarik yang terjadi, mata kuliah sosiologi memang bukan mata pelajaran yang menyenangkan untuk di simak, apalagi dengan guru yang selalu mengoceh tentang hal- hal yang tidak berhubungan dengan dunia sosiologi. Membuat semua merasa mengantuk dan ingin cepat selesai.

Bel istirahat berbunyi, Guru tersebut berdiri dan berjalan ke luar kelas. Diikuti oleh anak – anak yang lain yang berhamburan keluar kelas. Kelas dengan segera menjadi kosong.

“Ayo Nirv! kita makan , Gw laper nih!” Azwina mengajak Nirva untuk pergi keluar kelas.

“Lw duluan aja.. gw masih ada urusan”

“Apan sih?”

“Ya udah lw duluan aja”

“ya udah deh, gw ga mau nunggu lagi, laper nih, di warung somaynya mang Asep yah!”

“Iya..”

Azwina berjalan meninggalkan kelas. Sekarang di dalam kelas hanya tinggal Nirva, seorang siswa di belakang yang sepertinya pusing sehingga ia tertidur di atas mejanya dan Praga yang diam tidak bergerak di belakang. Tidak berapa lama setelah Azwina keluar kelas, Praga berdiri dan mulai meninggalkan kelas.

“Tunggu..”

Nirva berdiri dan mencoba menahan praga dengan tangannya. Akan tetapi sebelum tangannya menyentuh pundak Praga, Praga sudah berputar dan menghadap ke arah Nirva.

Ada apa?”

“kamu.. apa yang kamu lakukan?”

“maksud kamu?”

“kamu.. semalam, yang terjadi semalam”

“kamu kenapa sih? Maaf saya lapar, harus cepat – cepat ke kantin sebelum jam istirahat berakhir,” Praga memutar badannya dan berjalan ke luar kelas.

Nirva berjalan dengan cepat dan menghadang Praga sebelum ia keluar dari kelas.

“ceritakan apa yang terjadi semalam kenapa semuanya tidak berbekas? Ishiron... vampire ”

“kamu kenapa? Memangnya ada apa? Kemarin ? Ishiron?siapa itu? Vampire?”

Praga diam sejenak.

“Maaf saya tidak punya waktu untuk ini,” Praga menghindari badan Nirva yang menutupi jalan. Ia berjalan dengan perlahan menuju kantin.

Nirva membalikkan badannya dan memperhatikan Praga yang telah berlalu, “Dia, Dia berbohong? apa yang terjadi?”

1 komentar: