Jumat, 08 Januari 2010

Hukuman

Nirva berjalan perlahan sepanjang koridor, matanya menatap ke lantai sementara pikirannya meracau . Ia akhirnya tiba di depan kelas, ia melihat ke bangku yang berada di belakang tempat duduknya. Praga belum ada di sana. Ia berjalan perlahan menuju tempat duduknya.

"Nirva!!!" suara Guru terdengar keras dengan nada mengancam di belakangnya. Nirva megalihkan pandangan ke arahnya.

"Nirva... Kamu tahu sekarang jam berapa?"

Mata Nirva menengok ke arah Jam didining di atas papan tulis.

"eh.. jam sepuluh Pak"

"Dan jam masuk kelas jam berapa?"

"Ehm.. jam setengah sepuluh"

"Betul!!! sekarang keluar kelas hingga pelajaran selesai" Guru itu menunjuk ke arah pintu keluar. Nirva menghela nafasnya dan berjalan keluar mengikuti perintahnya.
"Aku kan sudah bilang Pak Guru bisa marah kalau kamu terlambat," sebuah suara menyambutnya ketika ia di luar kelas.

"Praga?"
"Yah.. aku di usir juga, sepertinya kita berdua terjebak di sini"

Nirva memandang wajah putih Indonesia blasteran di hadapannya ,

"Aneh.." ucap Nirva.

"Hmm?"
"Ya sudah lah... Omong - omong apa sih yang tadi kamu maksud?"

"Tentang?"
"Hidup ku dalam bahaya..?"

"Kita sebaiknya tidak membicarakan tentang itu, khususnya di tempat umum"
"Kenapa?"
"Aku tidak bisa membiarkan manusia yang lain mengetahui tentang ini"

"Kenapa?"
Praga Diam sebentar.

"..."
"Kamu terlalu banyak bertanya," Praga beranjak pergi ke ujung Gedung.
"Mau kemana?"

"Toilet"


Nirva diam di tempatnya. Memandang ke lantai sejenak, lalu melihat ke langit di atas bangunan Masjid sekolah yang berada tepat di depan kelasnya.

"Nirva!" sebuah suara memecahkan keheningan yang ia rasakan.

Seorang anak laki - laki berwajah cupu menghampirinya.

"Eh Luki?" NIrva menenggak ke atas karena ia sedang duduk. Walaupun begitu, memang Luki Lebih tinggi darinya ketika berdiri.

"Ngapain? Bengong gitu aja"

”Tau nih... Gw masa di omelin sama Pak Sugi gara - gara telat lima belas menit aja"

“ha? Parah dah.. terus gimana?”

“ga tau nih.. katanya suruh nunggu…nunggu apan yeh?”

“hahah iy dah… emang tu guru kadang-kadang suka aneh”

“iy nih… kyny bakalan panjang nih urusan, eh lw mau ke mana?”

“ah engga.. gw baru dari mang udin nih.. sama bu Sri di suru fotocopy soal mate – matik”:

“Set hari gini masih doyan aj lw sama begituan?”

“Ya iya lah.. IPA gitu loh…”

“Beh sombong amat” kata nirva sambil berdir dan mendorong kepala Luki dengan ujung jari telunjuknya.

“Lagian lw… udah gw bilang masup IPA aj waktu itu…”

“ga sreg gw di sana

“Ya udah ye.. gw cabut dulu nih… ntar Gw di cariin lagi”

“iya dah yang orang sibuk”

“hahaha…” Luki memberikan senyumannya dan pergi.

Nirva kembali duduk di bangku di depan kelas. Lagi – lagi ia melamun menatap langit hingga suara Praga memecah keheningan. itu

“Guru itu belum keluar juga?”

“belum…”

“Nirva-Praga!” Belum selesai Nirva berbicara, Pak Sugi muncul dari dalam kelas dan berjalan menuju ke sudut sekolah yang berbentuk seperti huruf L itu, tapi baru beberapa langkah yang ia ambil ia langsung berhenti dan berbalik.

“Kalian berdua bodoh apa gimana? Ikut saya ke ruang BK sekarang!”

“Hah? I..i.. Iya pak” jawab NIrva dan Praga.

Mereka bertiga berjalan dengan pasti menuju ruang Bimbingan konseling (BK), tempat dimana guru – guru penasihat (tukang ngomel) berada. Ruang itu berada di lantai dasar tidak jauh dari sudut gedung dan perpustakaan. Wajah Nirva berkerut seketika ia berada tepat di depan ruang itu. Bapak Sugi langsung membuka pintu ruang BK dan masuk ke dalam meninggalkan praga dan nirva di luar. Tidak lama dari dalam terdengar suara keras Pak Sugi memanggil.

“Kalian berdua! Masuk!”

Nirva dan praga saling menatap.

“ya sudah,ayo masuk! buka pintunya!”

Pintu abu- abu di depan Nirva terasa tertahan ketika ia menyentuh pintu. Gagang kuningan yang dingin serasa membekukan pergelangan tangannya sehingga semakin berat saja perjuangannya untuk membuka pintu itu. Akan tetapi pintu itu terbuka perlahan dngean suara dencit panjang yang memilukian telinga. Setelah pintu itu terbuka, di depannya kini berdiri Bapak Sugi dan di samping nya duduk dengan nyaman seorang wanita tua berumur 50-60 tahun.

“Saya balik lagi ke kelas dulu ya bu” Pak Sugi berpamitan kepada wanita tua itu.

“iya, silahkan pak” jawabnya.

Pak sugi menyelinap dengan cepat dan menutup pintu sebelum meninggalkan ruang itu.Ruangan yang tadinya terang menjadi meredup setelah kini Pintu ditutup. Guru wanita tua yang tadinya duduk sekarang mulai berdiri. Badannya yang lebih gemuk memaksa tangannya bertumpu pada meja di belakang kursi yang tadi ia duduki. Ia mengambil jalan memutar mengitari meja itu dan menduduki kursi di sisi lain dari meja itu.

“Ayo kalian berdua silahkan duduk”

Nirva maju dan duduk di kursi yang sebelumnya di duduki Ibu itu. Praga mengambil sebuah kursi lain yang berada di pojok ruangan, menariknya ke depan meja itu juga dan segera duduk.

Ruangan menjadi sunyi sementara.

“jadi… kalian tahu siapa saya?” tanya Ibu tersebut.

“Tahu bu… Ibu Siska..” jawab Nirva.

“Kamu tahu apa bidang Ibu?”matanya kini menajam ke arah Nirva.

“Bimbingan konseling bu” Praga menjawab pertanyaan kedua.

“Benar.. saya di sini untuk membimbing, saya di sini untuk membenarkan apa yang salah. Sekarang kalian tahu apa yang salah?”

“Kami hanya terlambat bu” jawab NIrva dengan refleks.

“Tapi itu salah!” jawab Ibu Siska.”Sekarang apa yang harus saya lakukan kepada kalian?”

“Ya ibu… Cuma terlambat aja..”

“Diam! Saya akan membuat surat untuk memanggil orang tua kalian”

“Siapa nama kamu?”

“Nirva”

“Dan Kamu?” ibu siska menunjuk ke arah praga.

“Praga” jawab Praga.

“Hm.. kalian berdua…saya tahu siapa kalian”

Ibu siska menundukkan badannya di atas meja, sehingga kepalanya lebih dekat ke arah kedua murid SMA itu. Bau parfum yang sangat menyengat menyumbat hidung Praga dan Nirva yang kini memandang wajah keriputnya yang tidak beraturan. Mata Ibu Siska memandang tajam ke arah mereka berdua. Lalu ia duduk kembali di kursinya. Ia memutar kursi putarnya sedikit sehingga menghadap ke tumpukan buku di sebelah kirinya. Ia mencari sebuah buku di antara tumpukan buku itu. Akhirnya ia mengambil sebuah buku yang lalu ia taruh di atas meja. Buku itu cukup tebal, sepertinya buku itu adalah buku catatan setiap angkatan dan yang ia pegang sekarang kemungkinan adalah buku catatan mahasiswa angkatan Nirva. Ia membuka buku itu dan mencari sebuah Nama.

“Nirva, sebelumnya kelas Sepuluh Tujuh, sekarang berada di kelas Sebelas IPS2 setelah pindah dari IPA3, karena meminta untuk di tempatkan di kelas IPS,” Ibu siska menutup bukunya dan memandang ke arah NIrva, “Apakah ini alasanmu untuk pindah ke kelas IPS? Untuk menjadi anak yang seenaknya?”

“tapi bu..”

“jadi kamu memang sengaja ingin merusak citra IPS? Saya tahu IPS memang sering dianggap sebagai kelas buangan, tapi bukanlah sebuah tindakan yang terpuji untuk tambah menghancurkan nama IPS.”

NIrva diam. Tidak ada kata – kata yang ingin ia sampaikan, karena ia tahu apapun yang ia katakan pastilah akan segera dibantah oleh Ibu Siska. Ibu siska kembali membuka buku catatan di atas meja, ia sepertinya mencari sebuah nama, akan tetapi ia sudah membolak – balik buku itu dan tetap tidak menemukan namanya.

“Praga. si anak baru itu ya?”

“ehm.. iya bu” jawab Praga.

“Bagus sekali… baru belajar satu hari sudah membuat masalah.. jika saya mau saya bisa saja mengeluarkan kamu dari sekolah ini sekarang juga”

“yah.. jangan”

“kamu pikir saya peduli?” Ibu Siska terlihat penuh kemenangan.

Di tengah situasi ini, mendadak ada sesorang yang mengetok pintu dan masuk ke dalam ruang BK. Ruangan menjadi terang sejenak karena sinar matahari masuk melalui pntu yang terbuka lebar namun kembali meredup saat pintu tertutup kembali. Orang yang baru masuk adalah Bapak Husni sang wakil kepala sekolah.

Ada apa ini bu?” Tanya bapak husni yang baru saja masuk.

“Ini! dua anak ini terlambat masuk kelas”

“oh.. bukan masalah yang besar kan bu, biasa saja”

“tapi sampai setengah jam”

“ya sudah terus ibu mau apa? Sebentar lagi jam ke lima sudah mau habis, kasian anak – anak ini harus sholat”

Wajah Nirva sedikit terangkat dengan kata – kata bapak Husni, akhirnya ia bisa keluar dari masalah ini dengan selamat.

“Tidak bisa begitu pak! saya akan membuat surat panggilan orang tua”

Mata Nirva melotot. Surat panggilan orangtua akan semakin membuat dirinya dalam masalah. Orangtuanya pasti akan sangat marah jika tahu ia dipanggil karena bermasalah.

“Saya pikir tidak perlu Ibu” bapak Husni mencegah ibu Siska.

Nirva kembali lega, sekarang ia tahu bapak Husni berada di sisinya. Mungkin karena Bapak Husni dan Praga sepertinya sudah saling kenal.

“Lalu? Bagaimana bapak? Mereka harus mendapatkan hukuman”

“Ya sudah, jika Ibu memaksa, bagaimana kalau mereka sepulang sekolah membersihkan seluruh kelas? Bagaimana?”

Mata Nirva terbelalak. Di sekolah ini terdapat lebih dari dua puluh kelas. Untuk menyapu semuanya saja membutuhkan waktu lebih dari tiga jam. Jika harus menyapu lalu mengepel semuanya akan memakan waktu yang lama sekali, bahkan hingga malam.

“baiklah, sepertinya cukup baik” Ibu siska menyetujui saran ini. “kalian boleh pergi sekarang”

Nirva dan Praga berdiri serta mulai meninggalkan ruang BK.

“tapi ingat! Nanti sore sehabis seluruh jam pelajaran, kalian berdua harus ada di ruangan ini”

Nirva dan Praga mengangguk dan meninggalkan ruang BK. Meninggalkan Pak Husni dan Ibu Siska yang mulai berbincang mengenai sebuah persoalan di Sekolah. Suara mereka berdua memudar dan hilang seiring dengan ditutupnya pintu ruang BK.

“ya udah sebelum jam lagi, kita sholat dulu”

“Hm… Sholat?” Praga membuka sebuah kancing bajunya dan memperlihatkan sebuah kalung salib berwarna keperakan yang menggantung di lehernya.

“Owh… ya udah… gw duluan yeh”

Nirva berjalan ke arah masjid yang ada di salah satu sudut sekolah itu, sementara praga berjalan ke arah parkiran motor dan kantin yang ada di sudut yang satunya lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar