Jumat, 08 Januari 2010

Serangan Taring

Hari semakin sore, jam pelajaran ke tujuh terasa sangat cepat berlalu akhirnya saat yang ditunggu oleh semua anak di SMA Bintang Harapan 16. Hingga tiba. Bel sekolah tanda pulang berbunyi. Teriakan salam dari tiap kelas terdengar kencang dan berharmoni. Tak lama setelah itu puluhan bahkan ratusan siswa SMA berhamburan keluar dari gerbang sekolah yang hanya 3meter lebarnya.

Cahaya matahari jam tiga yang panas menyorot depan ruang BK dimana kini Praga dan Nirva berdiri. Mereka berdua menunggu keluarnya Ibu Siska yang akan mengawasi mereka bekerja membersihkan sekolah. Setelah menunggu sekian lama dan saat sekolah mulai sepi, Ibu Siska keluar dari ruangannya. Bau parfumnya yang sangat menyengat hidung menyebar di depan ruangan itu.

“Ini ambil!” Ia memberikan pel dan ember kepada Praga dan sapu kepada Nirva. “Saya tidak bisa mengawasi kalian!, saya ada urusan, yang akan mengawasi kalian kerja adalah bapak Husni,” ia menunjuk ke arah lantai dua, dimana bapak Husni berdiri memandangi mereka bertiga. Ibu siska mengkaitkan tasnya di tangan kanannya, “kerja yang benar yah!” Ia pergi ke arah lobi dan menuju pintu keluar.
“Yah… mari kita mulai…” kata Praga.
“gila yah.. kamu kan katanya Templar.. Organisasi rahasia.. masa begini aja?”
Praga tersenyum, “Sebagai siswa SMA memang kita harus begini bukan?” mata birunya terlihat bulat dan berkilap menatap Nirva.
“ya sudah lah…”

Mereka mulai membersihkan seluruh ruangan yang ada di lantai dasar. Nirva menyapu sebuah ruangan dan diselesaikan oleh praga yang mengepel ruangan itu. Mereka tidak saling bicara, sepertinya mereka berdua masih kaku dalam membuat sebuah percakapan. Ini bukanlah kebiasaan Nirva untuk diam seperti ini. Akan tetapi mungkin karena apa yang telah menimpanya ketika di Bioskop dan apa yang dikatakan Praga, ia menjadi malas untuk berbicara. Setelah seluruh lantai dasar dibersihkan sekarang mereka beranjak ke lantai kedua. Bapak Husni sudah tidak terlihat, tapi mereka berdua tetap membersihkan ruangan demi ruangan itu. Sinar matahari dengan sulitnya mencari celah diantara tembok-tembok untuk masuk ke ruangan itu. Hari memang sudah semakin sore.

“Embernya sudah kotor ini… saya ke kamar mandi buat ganti air dulu yah?” pinta Praga.
“ya udah sana, tapi jangan lama- lama yah, serem nih kalo udah sore gini ”
“baik” praga keluar dari kelas itu, sekarang hanya Nirva sendiri yang berada di kelas di lantai dua itu.
Nirva memandang ke arah jendela. Matanya mengamati awan yang berwarna kemerahan berjalan beriringan. Suara burung – burung yang kembali kesarangnya terdengar sayup dari luar. Tiba – tiba di tengah ketenangan itu ia mendengar suara benda yang jatuh dari kelas sebelah.

“Praga?” Nirva berjalan menuju kelas sebelah, kelas yang berada di pojok koridor . Tapi baru ia keluar kelas, ia bertubrukan dengan seseorang. Nirva terhuyung dan mundur beberapa langkah. Di depan nya berdiri seorang laki – laki tinggi besar berkulit gelap seperti orang negro.. Kepala nya botak dan dandanannya Persis seperti Morpheus dalam film matrix, Ia menggunakan baju serba hitam dan sebuah kaca mata hitam.

“Si… siapa kamu??” Tanya Nirva. Tangan kanannya memegang pagar balkon yang menjaga supaya tidak ada anak yang jatuh ke lapangan di bawahnya.

Dengan tidak sengaja , Nirva melihat seorang laki – laki dan perempuan yang menggunakan pakaian serba hitam juga, tepat di tengah lapangan. Kedua orang itu melihat ke arah temannya yang kini berada di depan Nirva dan dengan sigapnya mereka melompat. Sebuah lompatan yang luar biasa, bahkan Nirva tidak dapat percaya bagaimana mereka melakukannya. Mereka dengan sekali lompatan yang sangat tinggi sanggup naik hingga ke koridor balkon dan kini ketiga orang yang berpakain hitam- hitam itu berdiri di depannya. Sang wanita memiliki wajah Chinese rambut yang pendek dan sepasang sarung tangan. Yang laki – laki satunya lagi bukanlah orang Negro, melainkan lebih mirip orang Indonesia sama seperti Nirva.

Sang orang negro membuka kacamata yang ia pakai. Namun kepalanya menunduk ke bawah.
“Apakah kamu orang yang ada di Bioskop kemarin?”
“aa.. ada apa ini?”
Si Negro botak itu memandang kearah Nirva dengan tajam. Matanya menyala orannye. Sama seperti vampire yang waktu itu ia lihat.
“Ada yang harus aku pastikan” gigi taringnya yang panjang dan tajam terlihat menyeramkan saat ia berbicara.
Nirva mengambil beberapa langkah mundur, berbalik dan berlari meninggalkan mereka. Tapi dalam hitungan detik, sang wanita serba hitam telah melompat dan kini berdiri di depannya.
“AAAAAAAAAAAAAAAAAAAA” Nirva berteriak.

Ia melihat sekeliling, di sampinya ada sebuah tong sampah, ia mengambil tong sampah dan melemparnya ke arah wanita itu. Ia berlari melewati si wanita dengan cepat dan berlari ke tangga tidak jauh di belakang wanita itu. ia berlari menuju lantai dasar tapi tinggal beberapa langkah sebelum ia menuruni seluruh tangga, ia melihat laki – laki Indonesia yang berpakaian serba hitam berada di depannya. Sementara di belakangnya, sang wanita berdiri menutup jalan nya kembali. Ia merasa takut, kini ia terjebak.

[DOR!!]
Sebuah suara senapan kencang terdengar. Ini adalah pertama kalinya Nirva mendengar suara senapan dari jarak yang begitu dekat sehingga ia menutup matanya. Ketika ia membuka matanya, sang pria Indonesia terjatuh dalam kepulan api. Nirva berlari turun melompati mayat yang terbakar menjadi abu. Ia berlari kearah koridor kanan dan menabrak Praga yang berada tidak jauh dari tempat itu. Nirva terjatuh.

“AAAh… Praga?” Nirva melihat di tangan Praga ada sebuah pistol. Sepertinya Praga lah yang menghancurkan Vampire itu.
“kamu tidak apa – apa?”
“I.. iya” Nirva menjawab dengan Isakan yang dalam.

Melihat temannya hancur, vampire wanita itu berlari menuruni tangga dan saat ia berbelok ke kanan untuk mengejar Nirva, kepalanya menabrak sesuatu. Pistol Praga yang sedang berdiri sekarang menempel tepat di dahinya, dan tanpa berpikir panjang lagi, Praga menarik pelatuknya. Peluru yang panas itu menembus kepala Vampire wanita itu, api yang muncul entah dari mana asalnya membakar sang vampire wanita dan mengakhiri hidupnya.

“Cepat Lari!”perintah Praga pada Nirva. Praga berlari sepanjang koridor menuju parkiran motor dan kantin.

Nirva tidak dapat berpikir jernih mengapa Praga berlari ke arah situ. Jalan tercepat keluar dari sekolah adalah dengan menembus lapangan dan menuju ke Lobi. Jadi ia berdiri dan berlari menuju ke Lobi. Tapi ketika ia berada tepat di tengah lapangan, Vampire Negro Botak ,entah dari mana asalnya, jatuh dari langit dan berdiri tepat di depannya. Nirva membalik badannya tapi sang vampire menjentikkan jarinya dan tidak lama setelah itu puluhan, bahkan ratusan bayangan hitam turun dari langit mengepung Nirva. Sepertinya Para vampire itu telah menunggu di atas gedung Sekolah untuk saat – saat seperti ini.

Banyak mata oranye menyala memandang ke arah Nirva. Mereka semakin merapat dan membuat sebuah lingkaran, mengepung dan membiarkan Nirva berdua dengan vampire negro itu. Vampire Negro itu melihat ke arah dua rekannya yang kini telah menjadi abu di dekat tangga sekolah.

“Bagaimana kamu melakukannya? Slayer?”
“Tunggu, apa maksud kalian?”
“Kamu tidak tercium seperti seorang Templar, tapi bagaimana kamu menghancurkan Radit di Bioskop dan dua orang vampire barusan?”
“A.. Aku…”
“Karena bukan dia yang melakukannya!!!” suara Praga terdengar keras dan lantang. Berbarengan dengan lemparan dua buah bola yang melayang di atas para Vampire. Dari kedua bola itu bersinarlah cahaya Blitz yang terang dan ketika cahaya itu pudar, setengah dari Vampire yang mengepung Nirva terbakar dalam api.
Praga muncul dari arah parkiran Motor. Ia menaiki motor Racing berwarna Biru dan menabrak vampire satu persatu. Sebuah pisau di tangan kirinya menebas dan menusuk setiap vampire yang ia lewati. Kini kawanan vampire itu menyebar tak beraturan. Praga Menghentikan motornya, ia mengenakan semacam jubah berwarna putih . Praga menyarungkan pisau yang ia bawa di ikat pinggangnya dan entah bagaimana, dari dalam motornya ia mengeluarkan sebilah pedang raksasa spanjang satu setengah meter dengan lebar hampir 25cm. Ia memegang pedang itu dengan kedua tangannya dan maju menyerang. Para vampire pun tidak diam, mereka berbalik menyerang Praga. Terjadilah pertarungan yang luar biasa antara Praga dan puluhan vampire. Gerakan vampire yang gesit dan kuat entah bagaimana bisa di imbangi oleh Praga.

“Pegangi dia.. aku belum selesai dengannya” si Vampire botak menyuruh temannya memegangi Nirva.

Ia mengeluarkan semacam pisau panjang dari belakang tuxedo hitam yang ia pakai. ia berlari menghampiri Praga dan menyerangnya. Percikan api terlihat memuncrat dari pisau dan pedang yang beradu. Semua Vampire yang lain menyingkir dari mereka berdua.

“Jadi… kamu pimpinan operasi ini?” tanya Praga.
“Arder de’Ishiron, tapi mereka memanggilku Ace”
“Dari gayamu, kamu Vampire kelas C?”
“Yang terbaik di kelas C, bahkan sudah setaraf dengan B”
“show me!”

Mereka berdua saling melompat dan bertabrakan di udara. Pertarungan sengit antara seorang Templar dan Seorang Vampire. Di tengah - tengah pertarungan ada seorang vampire yang melompat dan mencoba menyerang Praga, namun dengan cepat praga mengeluarkan pisau dengan tangan kirinya dan menusuk Vampire itu tepat di jantungnya. Ia dengan cepat memasukkan kembali pisau itu ke sarungnya. Vampire yang tertusuk itu langsung terbakar.

Setelah beberapa serangan akhirnya praga berhasil menebas tangan kiri Ace, tangannya terlepas dan dengan cepat terbakar. Praga menendang Ace hingga tersungkur. Ia mengarahkan pedangnya ke arah Ace yang kini berada di bawah kakinya.

“kau kalah, tapi aku tidak akan membunuhmu… Kau bilang kau “de’Ishiron”?.. sampaikan kepada tuanmu ishiron, seluruh anak buahnya dibunuh oleh seorang Templar bernama PRAGA LIGHTHALDZEN, bukan wanita itu” kata Praga sambil menunjuk ke arah Nirva.
“KENAPA TIDAK KAU KATAKAN SENDIRI???”

Suara kepakan sayap terdengar menggelegar di atas mereka. Ketika Praga menenggak ke atas, Ia melihat bayangan sayap kelelawar raksasa menutup sinar rembulan yang mulai nampak di kejauhan. Dalam sekelebatan mata, Praga terpelanting sejauh beberapa meter dari tempat Ia berdiri. Ia mencoba bangkit dan melihat sosok di depannya. Pandangannya kabur, ia tidak bisa melihat dengan jelas karena darah yang mengucur di pelipis matanya.

“Ada apa Templar? Kau pikir kau tangguh?”
Lagi – lagi Praga terpelanting sejauh beberapa meter. Jubah putih yang ia kenakan terlepas dari badannya. Tapi tangannya masih memegang erat pedang raksasa yang menjadi senjata andalannya.
“kau pikir aku tidak tahu apa yang terjadi?”
Sebuah hantaman kembali di arahkan kepada Praga, tapi kali ini ia bisa menahannya dengan pedang. Ia melihat siapa yang menyerangnya. Sesosok manusia dengan tangan kelelawar yang berselaput.
“Kau.. Siapa kau?”
“ada apa? Aku pikir semua Templar tahu siapa aku….”
“Kau.. Vampire kelas S, darah murni, salah satu dari para vampire yang pertama”
“benar.. aku Ishiron…” Ishiron memegang Praga dan mengangkatnya tinggi di udara.
Badannya yang berselaput perlahan berubah menjadi seperti manusia normal lengkap dengan pakaian kebesarannya.
“Aku telah hidup di negeri ini selama lebih dari tujuh ratus tahun, tak pernah terusik, hingga kemarin, salah satu anakku dibantai oleh seseorang, dan kau mengaku kau orang itu?”
“cuih “ praga meludahi ishiron dengan darah yang keluar dari mulutnya, “hehehe, yeah” praga tertawa.
Dengan sangat kesal Ishiron melempar Praga hingga menjebol pagar di lantai kedua SMA itu. Dalam hitungan detik ia berubah menjadi bentuk kelelawar , terbang menuju lantai dua tempat praga berada dan kembali berubah menjadi bentuk manusia.
“Kau akan mati di tempat ini Templar !!!” Ishiron mengangkat Praga ke udara dengan satu tangannya. Badannya kembali berubah menjadi kelelawar, ia melempar Praga ke udara tepat di tengah lapangan, lalu dengan gerakan yang super cepat ia telah berada di atas Praga dan menendang tubuhnya hingga menghantam tanah dengan keras. Nirva menutup matanya ketka menyaksikan Praga jatuh terhempas di atas tanah. Bumi terasa bergetar ketika tubuh anak SMA itu menghantam permukaan aspal lapangan. Suara tulang yang patah terdengar dengan jelas bersamaan dengan teriakan Praga yang kesakitan.

Ishiron berdiri di samping Praga yang terpelungkup di atas tanah. Ia berada dalam bentuk manusia. Di tangannya ia memegang pedang raksasa Praga. Ia mengangkat pedang itu dengan posisi vertical, bersiap untuk menusuk praga yang berada di samping kakinya. Vampire- vampire yang tersisa, termasuk Ace dan vampire yang memegangi Nirva berdiri melingkari tuannya.

“Mati kau templar!!” teriak Ishiron.

Belum sampai pedang itu menyentuh tubuh Praga, salah seorang vampire di antara mereka meledak dan terbakar dengan tiba2. Perhatian Ishiron teralihkan ke arah Vampire itu. Vampire yang meledak itu adalah vampire yang memegang Nirva. NIrva tidak menyadari apa yang terjadi, ia terlihat kaget dan bingung. Ishiron berjalan cepat ke arah Nirva dan menjenggut rambutnya.

“Aw!!” erang Nirva yang merasa kesakitan.
“Apa yang kamu~,”belum selesai Ishiron berbicara satu-dua-tiga-empat Vampire dalam kerumunan itu meledak sendirinya dengan misterius.

Ishiron melihat sekeliling tempat itu. Tidak ada orang lain selain vampire – vampire bawahannya. Tapi pada saat ia melihat ke atas, matanya terbelalak. Di langit, tepat di arah sinar bulan, ia melihat siluet manusia bersayap yang terbang memandang ke arahnya. Mata siluet itu merah menyala bagaikan nyala api yang berkobar. Nirva melihat ini, ia menyadari bahwa siluet itu adalah orang yang sama, orang yang membunuh anak dari Ishiron di bioskop itu, tapi ia tetap diam . Ishiron berubah menjadi bentuk kelelawar dan dengan cepat terbang ke arah siluet di langit itu.

Nirva memandangi Ishiron yang terbang sambil melangkah mendekat untuk memperjelas. Salah seorang vampire dengan sigap menahan laju badan Nirva sehingga langkahnya terhenti.

Di langit, ishiron kini berhadapan langsung dengan orang yang membunuh anaknya. Awan kecil bergerak menutupi sinar rembulan sehingga shiluet mereka kini tidak lagi tampak dari kejauhan.

“Siapa kau?”
“kamu tidak ingat siapa aku?”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar